Wednesday, December 16, 2015

Jurnal Biologi

31
JURNAL BIOLOGI XVI (2) : 31 - 35
ISSN : 1410 5292
IDENTIFIKASI FUNGI DAN TOTAL BAKTERI PADA JAMU TRADISIONAL
DI PASAR KEDONGANAN KELURAHAN JIMBARAN KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI
IDENTIFICATION OF FUNGI AND TOTAL BACTERIA ON TRADITIONAL HERBAL MEDICINE AT KEDONGANAN MARKET OF JIMBARAN, BADUNG – BALI
Putu Ayu Sukmawati, Meitini W Proborini, Retno Kawuri
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Kampus Bukit Jimbaran, Universitas Udayana
ayu_sukma31@yahoo.co.id
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis cendawan, total koloni bakteri, dan mengetahui keberadaan bakteri pencemar Escherichia coli yang terdapat pada jamu tradisional di Pasar Kedonganan. Sampel diambil dari 4 pedagang jamu, setiap pedagang diambil 4 sampel jamu yaitu jamu beras kencur, sirih, kunyit dan sambiloto. Perhitungan total koloni cendawan dan total koloni bakteri pada jamu dilakukan dengan menggunakan metode pengenceran dan total koloni bakteri secara statistik dianalisa dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil penelitian menunjukkan ditemukan enam jenis cendawan yaitu Aspergillus niger, A. flavus, Penicillium citrinum, P. digitatum, P. brevicompactum, dan Acremonium sp pada jamu. Total jumlah koloni cendawan tertinggi ditemukan pada jamu beras kencur (107x105 CFU/ml) sedangkan terendah ditemukan pada jamu kunyit (20,5x105 CFU/ml). Batas standar kandungan jamur pada makanan yang direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan RI adalah sebesar <104 CFU/ml. Total bakteri tertinggi ditemukan pada jamu beras kencur (267,6x108 CFU/ml), sedangkan terendah ditemukan pada jamu kunyit (39x108CFU/ml). Kandungan bakteri keseluruhan jamu yang diuji telah melampaui ambang batas Departemen Kesehatan RI yaitu sebesar <106 CFU/ml. E.coli ditemukan pada jamu sambiloto, jamu kunyit, jamu beras kencur, oleh karena itu kehati-hatian perlu dilakukan jika meminum jamu.
Kata kunci: jamu, cendawan, total bakteri, Escherichia coli
ABSTRACT
This aims of the study were to determine the types of fungi, total colony bacteria, and the present by Escherichia coli as a contaminant bacteria found in traditional juice (jamu) as herbal medicine at Kedonganan Market. Samples were taken from 4 juice treaders. Four different inggridient of juices (beras kencur/ rice and white tumeric), sirih/ Piper betel, kunyit/ turmeric and sambiloto/ Andrographis were taken from each seller. The total of fungal and bacterial colonies on those jamu were calculated. The data collected were statistically analysed using a Completely Randomized Design (CRD). The results showed that six types of fungi were found i.e. Aspergillus niger, A. flavus, Penicillium citrinum, P. digitatum, P. brevicompactum, and Acremonium sp. The highest number of fungal colonies were detected in beras kencur (107x105 CFU/ml), and the lowest were in kunyit (20,5x105 CFU/ml). The Ministry of Health of Indonesian government recommended fungal content in food was less than 104 CFU/ml. The total bacteria colonies present in jamu was highest in beras kencur (267,6 x108 CFU/ml) and the lowest was in kunyit (39x108CFU/ml). The Indonesian government recommended bacteria in food should be less than 106 CFU/ml. It means that either the fungal or bacteria content in jamu was exceed the Indonesian Government recommendation. Esceria coli was detected in sambiloto, turmeric and beras kencur. Therefore, caution should be taken to consume jamu as a herbal medicine.
Keywords: herbs, fungi, total bacteria, Escherichia coli
PENDAHULUAN
Tanaman obat merupakan sumber daya alam hayati yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan obat tradisional pada umumnya lebih diutamakan untuk mencegah penyakit dan menjaga kesehatan, serta upaya sebagai pengobatan suatu penyakit (Santoso, 2000). Salah satu kelompok obat tradisional adalah jamu. Jamu sudah dikenal di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sebagai sarana perawatan kesehatan sehari-hari maupun sebagai sarana pemulihan kesehatan dari sakit. Ramuan yang ada di dalam jamu terdiri dari berbagai bagian tanaman yang saling bekerja sama membantu perawatan dan untuk pencegahan penyakit. Hal ini juga dinyatakan oleh Soedibyo (2004) bahwa penggunaan jamu bermanfaat untuk menjaga kesehatan.
Secara umum jamu memiliki dua bentuk yaitu serbuk dan cair. Jamu serbuk merupakan jamu dalam kemasan yang siap diseduh dengan bahan alam yang telah diuji sanitasinya, bahan baku dan produk sudah distandarisasi
JURNAL BIOLOGI Volume XVI No.2 DESEMBER 2012
32
sedangkan jamu dalam bentuk cair biasa disebut jamu
gendong, dijual penjaja untuk konsumen (Depkes,2000).
Jamu dibuat dari bahan-bahan alami, berupa bagian dari
tanaman seperti rimpang, daun-daunan, buah dan kulit
batang. Proses pembuatan jamu dimulai dari pemilihan
bahan baku, pencucian, pengolahan dan penyajian
dengan cara yang masih sangat sederhana, sehingga
tidak menutup kemungkinan apabila jamu-jamu tersebut
tercemar oleh mikroorganisme. Menurut Suharmiati dan
Handayani (1998), pencemaran mikroba pada produkproduk
tradisional (termasuk jamu) dan produk makanan
pada umumnya bersumber dari bahan baku, pekerja dan
lingkungan pengolahan termasuk peralatan produksi.
Di Bali pada beberapa wilayah masih banyak ditemui
penjual jamu gendong yang menjajakan dagangannya di
dalam pasar (Pasar Kedonganan), jamu-jamu yang di
jual di Pasar Kedonganan diminati masyarakat karena
mereka sangat percaya bahwa jamu-jamu tradisional
dapat membantu menyembuhkan penyakit, namun para
pedagang jamu masih sangat tradisional dalam mengolah
jamu sehingga diasumsikan kurang memperhatikan
higienitas dan sanitasi, baik produk maupun lingkungan.
MATERI DAN METODE
Identifikasi Cendawan
Isolasi cendawan dilakukan dengan metode
pengenceran. Sampel jamu gendong (beras kencur,
sirih, kunyit dan sambiloto) masing-masing diambil 1
ml kemudian dicampur dengan 9 ml air steril sebagai
pengenceran 10-1. Metode yang sama dilakukan untuk
pengenceran 10-2-10-5. Masing-masing pengenceran
diambil 1 ml dan dituang dalam cawan petri steril,
diputar cawan petri hingga homogen, diinkubasi 2-3 hari
pada suhu ruang dan hifa yang tumbuh dapat diamati
dan dipindahkan ke media PDA, kemudian diidentifikasi
(Proborini, 2002). Identifikasi cendawan dilakukan
pengamatan secara makrokopis dan mikrokopis. Literatur
yang digunakan untuk mengidentifikasi cendawan adalah
Fungi and Food Spoilage (Pitt dan Hocking, 1997),
Pengenalan Kapang Tropik Umum (Gandjar dkk., 1999)
dan Pengantar Mikologi (Darnetty, 2006).
Perhitungan Jumlah Total Bakteri
Perhitungan total bakteri dilakukan dengan Metode
Pengenceran/ Platting Method (Pelczar dan Chan, 2006)
yaitu dengan mengambil sampel jamu dari masingmasing
sampel yang berbeda dan diambil sebanyak 10
ml kemudian sampel dimasukkan ke dalam botol yang
telah berisi air steril sebanyak 90 ml sehingga didapatkan
pangkat pengenceran 10-1 dan dilakukan berseri hingga
10-8. Sampel ditanam dengan cara diambil 1 ml dan
diletakkan pada cawan petri steril yang kemudian
ditambahkan media NA pada suhu 400C, dihomogenkan
dan diinkubasi dalam keadaan terbalik pada suhu 370C
selama 24 jam (Kawuri dkk, 2007). Untuk perhitungan
dilakukan dengan menghitung jumlah koloni setiap cawan
petri antara 25-250, jika tidak ada yang memenuhi syarat
maka dipilih yang jumlahnya mendekati 25 atau 250
(Pelczar dan Chan, 2006).
Uji Keberadaan Bakteri E.coli
Seluruh sampel jamu diuji keberadaan bakteri E.coli
dengan cara sampel diambil 1 ose dan digoreskan pada
media selektif EMBA kemudian diinkubasi pada suhu
37oC selama 24-48 jam. Hasil positif ditandai dengan
koloni E.coli berwarna hijau metalik (Kawuri dkk.,
2007). Hasil total koloni bakteri dan cendawan dianalisa
statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan parameter jenis jamu (4) dan pedagang
(4), kemudian dianalisis dengan ANOVA jika diperoleh
hasil yang berbeda nyata pada p<0,05 maka dilanjutkan
dengan menggunakan uji Duncan.
HASIL
Isolasi Cendawan
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan koloni
cendawan yang tumbuh pada media PDA dan hasil
identifikasi secara makroskopis maupun mikroskopis
ditemukan enam spesies cendawan yaitu Aspergillus
niger, A. flavus, Penicillium citrinum, P.digitatum,
P.brevicompactum, dan Acremonium sp.
Gambar 1. Aspergillus niger
Secara makroskopis cendawan ini memiliki koloni
berwarna hitam dengan warna sebalik koloni abu-abu,
membentuk garis-garis radier. Secara mikroskopis
cendawan ini hifa berseptat, membentuk vesikel, terdapat
sterigma, konidia berbentuk bulat seperti bola berukuran
3,5μm (Pitt dan Hocking, 1997).
Gambar 2. Aspergillus flavus
Koloni secara makroskopis berwarna hijau kekuningan
dengan warna sebalik koloni berwarna kuning keabuan.
Secara mikroskopis konidia khas berbentuk bulat,
berukuran 2,5 μm, konidiofor kasar, fialid terbentuk
langsung pada vesikula atau pada metula (Gandjar,
1999).
33
Identifikasi Fungi dan Total BaktEri Pada Jamu Tradisional di Pasar Kedonganan Kelurahan Jimbaran Kabupaten Badung Provinsi Bali [Putu Ayu Sukmawati, dkk]
Gambar 3. Penicillium citrinum
Secara makroskopis koloni ini berwarna kuning
hingga jingga. Sedangkan secara mikroskopis konidifor
berdinding halus terdapat fialid berbentuk seperti botol.
Konidia berbentuk bulat-semibulat, berdinding halus
sebagian dinding kasar (bergranula) dan berdiameter
3 μm (Gandjar, 1999).
Gambar 4. Penicillium digitatum
Secara makroskopis permukaan koloni seperti beludru
dan berwarna kuning dengan sebalik koloni berwana
kuning muda. Sedangkan secara mikroskopis konidiofor
bercabang tidak teratur, fialid berbentuk silindris dengan
leher yang pendek, konidia berbentuk elips hingga
silindris, berukuran 3,5 μm (Gandjar, 1999).
Gambar 5. Penicillium brevicompactum
Koloni secara makroskopis berwarna hijau tua dengan
warna sebalik koloni berwarna hijau muda kekuningan.
Secara mikroskopis fialid berbentuk seperti botol, konidia
bulat, berukuran 1,5 μm dan konidifor berdinding halus
(Pitt dan Hocking, 1997).
Gambar 6. Acremonium sp
Koloni secara makroskopis koloni seperti beludru
berwarna putih keabuan dengan sebalik koloni berwarna
coklat tua dan terdapat garis-garis lateral. Secara
mikroskopis konidia berbentuk elips berukuran 3,2 μm
berdinding halus, dan konidiofor bercabang (Gandjar,
1999).
Tabel 1. Total Koloni Cendawan pada Jenis Jamu di Pasar Kedonganan
Pedagang
Rata-rata total cendawan pada berbagai jenis jamu (CFU/ml)
A
(beras kencur)
B
(kunyit)
C
(sirih)
D
(sambiloto)
1. 76x105 39x105 110x105 76x105
2. 107x105 20,5x105 27x105 87x105
3. 101,5x105 25x105 67x105 89,5x105
4. 95x105 46x105 47,3x105 83,5x105
Tabel 2. Total koloni bakteri pada jenis jamu yang beredar di Pasar Kedonganan
No. Jenis jamu Rata-rata total bakteri CFU/ml
1. Beras kencur 121,4(c)
2. Kunyit 49,00(a)
3. Sirih 66,66(ab)
4. Sambiloto 75,66(a)
Keterangan:
Uji Anova (α=0,05) dilanjutkan dengan Uji Duncan taraf 5%. Huruf sama pada kolom
yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata.
Tabel 3. Total koloni bakteri pada jenis jamu berdasarkan pedagang yang
beredar di Pasar Kedonganan
No. Pedagang Rata-rata total bakteri CFU/ml
1. 1 125,83(b)
2. 2 56,58(a)
3. 3 58,16(a)
4. 4 72,16(a)
Keterangan:
Uji Anova (α=0,05) dilanjutkan dengan Uji Duncan taraf 5%. Huruf sama pada kolom
yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata.
Tabel 4. Uji keberadaan bakteri pencemar E.coli pada jamu gendong (beras
kencur, kunyit, sirih, dan sambiloto) di Pasar Kedonganan
No. Pedagang Jenis Jamu Keberadaan E.coli
1. 1 Beras Kencur -
2. Kunyit -
3. Sirih -
4. Sambiloto +
5. 2 Beras Kencur +
6. Kunyit -
7. Sirih -
8. Sambiloto -
9. 3 Beras Kencur -
10. Kunyit -
11. Sirih -
12. Sambiloto -
13. 4 Beras Kencur +
14. Kunyit -
15. Sirih -
16. Sambiloto -
Hasil pengamatan uji keberadaan E.coli ditemukan
adanya bakteri yang berwarna hijau mengkilat
menunjukan adanya bakteri E.coli, dapat terlihat pada
gambar berikut:
JURNAL BIOLOGI Volume XVI No.2 DESEMBER 2012
34
Gambar 7. Foto Koloni E.coli Berwarna Hijau Metalik pada Media EMBA
PEMBAHASAN
Pada Tabel 1 menunjukkan total koloni cendawan
tertinggi terdapat pada jamu beras kencur yaitu
sebesar 110 x105 CFU/ml . Hal ini disebabkan bahan
baku dalam pembuatan beras kencur yang terdiri dari
beras, kencur dan gula. Menurut Fardiaz (1992) beras
mengandung karhohidrat dan glukosa yang merupakan
tempat cendawan untuk memperoleh energi. Selain itu,
keberadaan cendawan dan bakteri dapat disebabkan
bahan baku yang digunakan sudah terkontaminasi
mikroba, dimana pada proses pembuatan jamujamu
tersebut para pedagang kurang memperhatikan
kebersihan baik selama proses pembuatan atau bahkan
lingkungan tempat para pedagang tersebut berjualan.
Pertumbuhan total koloni cendawan terendah
terdapat pada jamu kunyit yaitu sebesar 20,5x105 CFU/
ml, hal ini dikarenakan kunyit mengandung senyawa
metabolit sekunder atau zat antimikroba. Griffin
(1981) menyatakan bahwa kurkumin adalah senyawa
antifungi yang terkandung di dalam ekstrak kunyit
yang merupakan bagian dari komponen minyak atsiri
kunyit yang mengandung senyawa metabolit sekunder
yang termasuk ke dalam golongan seskuiterpen.
Menurut Departemen Kesehatan RI, seluruh sampel
dari produsen jamu tradisional tersebut menunjukkan
jumlah angka kontaminasi cendawan melebihi standar
batas kontaminasi cendawan yang masih dianggap aman
untuk dikonsumsi pada obat tradisional sesuai yang
disyaratkan yaitu sebesar <104 CFU/ml.
Pedagang 3 memiliki jumlah cendawan yang
tertinggi, dari hasil survey pada pedagang jamu 3
proses pengolahan jamu sangat tidak higienis sehingga
tidak menutup kemungkinan terjadi kontaminasi oleh
spora-spora mikroba saat proses pengolahan. Selain itu
pengaruh faktor lokasi penjualan juga sangat mendukung
terjadinya kontaminasi mikroba yang terdapat di
udara pasar. Sedangkan, pada sampel jamu pedagang
2 memiliki pertumbuhan cendawan terendah. Hal
ini dikarenakan faktor lingkungan di sekitar tempat
berjualan yang higienis. Hal ini didukung dengan
pendapat Pratiwi (2012) bahwa besarnya jumlah koloni
cendawan dalam sediaan jamu tersebut dapat disebabkan
pada saat pengangkutan dan pemasaran, karena kemasan
tidak disegel, mudah dibuka dan dapat berhubungan
dengan udara luar.
Cendawan yang paling banyak ditemukan dari keempat
sampel jamu (beras kencur, kunyit, sirih dan sambiloto)
adalah A.niger dan A. flavus sedangkan Acremonium sp
pertumbuhan lebih sedikit. Kedua cendawan ini dapat
tumbuh lebih banyak ditemukan dikarenakan cendawan
ini mampu berkompetisi dengan cendawan yang lain
dan dapat mengeluarkan metabolit sekunder yang bisa
menghambat pertumbuhan cendawan lainnya, sehingga
cendawan ini dapat mengabsorbsi nutrisi yang lebih
banyak dan menyebabkan pertumbuhannya lebih cepat.
Faktor lingkungan yang dapat mendukung kecepatan
pertumbuhan cendawan yaitu suhu, kelembaban dan
intensitas cahaya (Syarief dkk, 2003).
Berdasarkan data pada Tabel 3 diperoleh rata-rata
total koloni bakteri yang ditemukan pada jenis jamu yaitu
beras kencur, kunyit, sirih dan sambiloto. Pada jamu
beras kencur mengandung total koloni tertinggi (121,4
CFU/ml) berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan
jenis jamu kunyit, sirih, dan sambiloto. Kandungan total
koloni bakteri pada jamu kunyit dan sambiloto tidak
berbeda nyata (P>0,05) sedangkan jamu sirih memiliki
total koloni bakteri yang berbeda nyata (P<0,05) dengan
kunyit dan sambiloto. Pada tabel 4 menunjukkan total
koloni bakteri tertinggi (125,83 CFU/ml) terdapat
pada pedagang 1 yang berbeda nyata (P<0,05) dengan
pedagang lainnya (pedagang 2, 3 dan 4).
Total bakteri tertinggi terdapat pada jamu beras kencur
yaitu sebesar 267,6 x 108 CFU/ml. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena air yang digunakan untuk membuat
jamu tidak dimasak hingga mendidih, bahan baku yang
tidak bersih dan proses pembuatan yang tidak higienis.
Sedangkan total bakteri terendah terdapat pada jamu
kunyit pada yaitu sebesar 39x108 CFU/ml karena kunyit
memiliki senyawa kurkumin. Menurut Madigan (2005),
senyawa kurkumin dapat menghambat pertumbuhan
mikroba dengan cara merusak membran sel sehingga
menyebabkan denaturasi protein sel yang akan mengubah
permeabilitas membran dan menyebabkan kebocoran
nutrisi pada sel bakteri sehingga sel tersebut mati. Dari
keempat pedagang jamu total bakteri tertinggi terdapat
pada pedagang 1. Dari hasil pengamatan pedagang 1 di
lingkungan tempat berjualan jamu yang tidak higienis
dan rendahnya sanitasi, sehingga tidak menutup
kemungkinan terjadi kontaminasi spora-spora bakteri
saat penuangan jamu. Menurut Sayuti dkk (2005),
pengaruh faktor lokasi penjualan jamu gendong dan
beberapa penjual jamu tradisional menjual jamu di
area yang tidak higienis yang memungkinkan banyak
terjadinya kontaminasi jamu dari mikroba udara.
Sedangkan total bakteri terendah terdapat pada pedagang
2, hal ini disebabkan karena pedagang 2 berjualan di
tempat yang lebih bersih bila dibandingkan dengan lokasi
pedagang lainnya dan berdasarkan dari hasil wawancara
dimana pedagang tersebut, pada waktu mengolah jamu
dengan cara merebus kembali ekstrak hingga mendidih.
Dari data tersebut didapatkan bahwa populasi bakteri
pada seluruh jamu yang diuji telah melampaui ambang
batas yang diperbolehkan oleh Departemen Kesehatan
RI yaitu sebesar <106 CFU/ml.
Uji keberadaan bakteri E.coli jamu gendong dengan
menggunakan media EMBA diperoleh hasil positif
mengandung E.coli pada pedagang 1 jamu sambiloto,
pedagang 2 jamu beras kencur, pedagang 4 jamu beras
kencur seperti yang terlihat pada Tabel 5. Hal ini
35
Identifikasi Fungi dan Total BaktEri Pada Jamu Tradisional di Pasar Kedonganan Kelurahan Jimbaran Kabupaten Badung Provinsi Bali [Putu Ayu Sukmawati, dkk]
disebabkan air yang digunakan dalam pembuatan jamu
berasal dari air yang tidak dimasak sampai mendidih
sehingga spora dari bakteri E.coli dapat tumbuh, dan alat
dan bahan yang digunakan tidak dicuci bersih, meskipun
dari hasil wawancara didapatkan hasil bahwa air dimasak
terlebih dahulu. Pertumbuhan dan perkembangan bakteri
dipengaruhi oleh zat makanan (nutrisi), keasaman (pH),
temperatur, oksigen, tekanan osmosa, dan kelembaban
(Dwijosaputro, 1985). Menurut Rao (1994), jumlah
bakteri setelah inkubasi selama 24 jam, jumlah akan
terus bertambah jika masa inkubasi bakteri tersebut
ditambah sampai batas tertentu tetapi populasi bakteri
akan menurun hingga akhirnya mati seiring dengan zat
gizi yang terdapat di dalam media habis.
Penyebab adanya bakteri E.coli pada sampel jamu
tradisional diduga disebabkan oleh lingkungan tempat
pembuatan jamu yang tidak higienis dan rendahnya
sanitasi. Rahmawati et al (1988), menyatakan bahwa
sanitasi berperan penting dalam pengolahan dan
penjualan jamu. Dengan peningkatan sanitasi lingkungan
dan tempat serta alat-alat produksi yang lebih baik
serta mengacu pada standar produksi obat yang baik,
merupakan suatu alternatif guna peningkatan mutu
jamu. Berdasarkan hasil pengamatan di sekitar lokasi
penjualan, lingkungan di sekitar sangat kotor dan dekat
dengan tempat pemasaran ikan. Menurut Handayani dan
Suharmiati (2000), sistem pengolahan dan penyajian
yang kurang baik atau kurang higienis menyebabkan
pencemaran mikroba pada jamu gendong. Jawetz (2001)
menyatakan bahwa pencemaran oleh Escherichia coli
akan mengganggu kesehatan konsumen dan penyakit
yang ditimbulkan antara lain infeksi saluran kencing,
septis, meningitis dan diare.
SIMPULAN
Ditemukan enam jenis cendawan pada sampel jamu
tradisional yaitu A. niger, A. flavus, P.citrinum, P.
digitatum, P. brevicompactum, dan Acremonium sp.
Total jumlah cendawan terendah pada jamu kunyit
pedagang 2 sebesar 20,5x105 CFU/ml sedangkan total
jumlah cendawan tertinggi pada jamu beras kencur
pedagang 3 sebesar 107x105 CFU/ml. Total bakteri
tertinggi terdapat pada jamu beras kencur yaitu sebesar
267,6x108 CFU/ml dari pedagang 1 sedangkan total
bakteri terendah terdapat pada jamu kunyit yaitu 39x108
CFU/ml dari pedagang 2. Terdapat bakteri E.coli pada
tiga pedagang jamu di Pasar Kedonganan yaitu pada
pedagang I (jamu sambiloto), pedagang II (jamu beras
kencur), pedagang IV (jamu beras kencur).
KEPUSTAKAAN
Darnetty. 2006. Pengantar Mikologi. Andalas University Press:
Padang.
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Pengawasan Obat dan
Makanan. 2000. Acuan Sediaan Herbal, DepKes RI, Jakarta.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan,
Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Gandjar, I., R. A. Samson, K. T. Vermeulen, A. Oetari. I. Santoso.
1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Griffin, H.D. (1981). Fungal Physiology. New York. John Wiley &
Sons, Inc.
Kawuri, R., Y. Ramona., I.B.G. Darmayasa. 2007. ��������������Penuntun Praktikum
Mikrobiologi Umum Untuk Prodi Farmasi FMIPA
UNUD. Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Udayana. Denpasar.
Madigan M. 2005. Brock Biology of Microorganisms. London:
Prentice-Hall
Pelczar, M. J., Chan. Penerjemah R.S. Hadioetomo., T. Imas.,
S.S. Tjitrosomo. 2006. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press.
Jakarta.
Pitt, J. I., A. D. Hocking. 1997. Fungi And Food Spoilage. Blackie
Academic and Pofessional. Sydney.
Pratiwi, S.T. 2012. Pengujian Cemaran Bakteri dan Cemaran
Kapang/ Khamir pada Produk Jamu Gendong di Daerah
Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Proborini, M. W. 2002. Penuntun Praktikum Mikologi. Laboratorium
Taksonomi Tumbuhan Dan Mikologi. Jurusan Biologi
Fakultas Matematika Universitas Udayana. Bukit Jimbaran.
Rahmawati, RA, Asih dan Supriyana. 1988. Selayang Pandang Jamu
Gendong. Medika Jurnal Kedokteran dan Farmasi. Jakarta.
Rao, S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman.
Universitas Indonesia UI-Press. Jakarta.
Santoso, S.S., 2000, Penelitian Manfaat Pengobatan Tradisional
untuk Penyembuhan Penyakit Tidak Menular. JKPKBPPK/
Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial http://digilib.litbang.depkes.go.id Diakses:
19 April 2005
Sayuti, I., S. Wulandari., S. Fatimah. 2005. Bakteri Enterik dalam
Minuman Jamu Gendong di Kota Pekanbaru. ��������������Jurnal Biogenesis
Vol 2 (1). Universitas Riau.
Soedibyo, M. 2004. Jamu, Obat Sepanjang Zaman http://www.
tokohindonesia.com/ensiklo–pedi/m/mooryat soedibyo/
opini.shtml Diakses: 18 April 2005
Suharmiati, L. Handayani. 1998, Bahan Baku, Khasiat dan Cara
Pengolahan Jamu Gendong: Studi Kasus di Kotamadya
Surabaya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan
kesehatan, Departemen Kesehatan RI
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/052001/art-1.htm Diakses:
18 April 2005
Syarief, R., L.Ega, C.C. Nurwitri. 2003. Mikotoksin Bahan Pangan.
Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

1 comment:

  1. Best Casinos in the UK - Mapyro
    Casinos in the 평택 출장안마 UK. Find the best casino sites and bonus 경기도 출장안마 codes. Find 진주 출장안마 the 춘천 출장샵 best casino sites in the UK for 문경 출장마사지 free and play now!

    ReplyDelete