Wednesday, December 16, 2015

JURNAL BIOLOGI

21 21
PENGARUH PEMBERIAN RHODAMIN B TERHADAP
SIKLUS ESTRUS MENCIT (Mus musculus L.) BETINA
EFFECT OF RHODAMIN B ON ESTROUS CYCLE
IN FEMALE MICE (Mus musculus L.)
G. A. A. Rina Febrina*, Ngurah Intan Wiratmini, Ni Wayan Suda tri
Jurusan Biologi Fakultas MIPA, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Bali
*Email : Rinafebrina_ayu@yahoo.co.id
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rhodamin B terhadap siklus estrus mencit (Mus musculus L.).
Dua puluh empat ekor mencit betina dewasa dibagi menjadi empat kelompok secara acak. Rhodamin B diberikan
secara oral (gavage) dengan dosis : 0 ppm (kontrol), 150 ppm, 300 ppm, dan 600 ppm. Perlakuan diberikan
selama dua siklus estrus dan dimulai saat mencit sedang dalam fase estrus. Fase estrus diamati dengan mengamati
apusan vagina, dan dihitung jarak antara fase estrus dengan fase estrus berikutnya. Data yang diperoleh dianalisis
dengan Anova dilanjutkan dengan uji BNT. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rhodamin B berpengaruh
signifikan (P<0,05) memperlambat panjang siklus estrus.
Kata kunci: Rhodamin B, siklus estrus, mencit (Mus musculus L.)
ABSTRACT
The research was conducted to identify the effect of rhodamine B on estrous cycle on female mice (Mus musculus
L.). Twenty-four female mice were used, and randomly divided into four groups. Rhodamine B was given orally
(gavage) with a dose of 0 ppm (control), 150 ppm, 300 ppm, and 600 ppm in two estrous cycles. Treatments
were started when mice in estrus phases. The time between first and the next estrus phase were observed from
vaginal smear preparation. Data obtained were analysed with One Way Anova. If the differences were appeared
between treatments, then the LSD test was performed. The results showed that rhodamine B was significantly
increased the time of estrous cycle (P<0.05).
Keywords : Rhodamin B, estrous cycle, mice (Mus musculus L.)
PENDAHULUAN
Penambahan zat warna pada makanan maupun
minuman memberikan pengaruh yang sangat besar
terhadap selera dan daya tarik konsumen. Beberapa
pedagang menambahkan pewarna yang berbahaya bagi
kesehatan demi memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Salah satu pewarna berbahaya yang sering digunakan
adalah rhodamin B (Djarismawati et al., 2004).
Rhodamin B sebenarnya adalah pewarna sintetis
yang biasa digunakan untuk mewarnai kain atau kertas.
Pewarna ini berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan,
larut dalam air dan menghasilkan warna merah terang
dan berflourensi bila ditambahkan pada makanan
(Kusmayadi dan Sukandar, 2009). Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 239/
Men.Kes/Per/V/85, rhodamin B merupakan zat warna
berbahaya yang dilarang keras digunakan dalam makanan
(Anonim, 1985). Meskipun telah dilarang, namun
penggunaan rhodamin B pada makanan masih saja
ditemukan terutama pada industri kecil (Djarismawati
et al., 2004). Menurut Anggrahini (2008), rhodamin B
merupakan senyawa sintetis yang mengandung residu
logam berat yang berbahaya bagi kesehatan.
Beberapa penelitian tentang pengaruh rhodamin
B terhadap kesehatan telah dilakukan. Rhodamin B
diketahui dapat menimbulkan perubahan struktur
histologis sel hati pada mencit (Rahardi, 2010; Siswati,
2000), serta menimbulkan efek teratogenik (Hidayah,
2010). Akan tetapi, pengaruh rhodamin B terhadap
sistem reproduksi betina belum diketahui, untuk itu
perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh rhodamin
B terhadap siklus estrus mencit betina.
MATERI DAN METODE
Dua puluh empat ekor mencit betina dewasa berumur
2,5-3,5 bulan dengan berat 25-30 gram dibagi secara acak
menjadi empat kelompok. Rhodamin B diberikan secara
oral (gavage) dengan dosis : 0 (P0 sebagai kontrol), 150
(P1), 300 (P2), dan 600 (P3) ppm / hari, sebanyak 0,3
ml. Perlakuan diberikan selama dua siklus estrus dan
dimulai saat mencit sedang dalam fase estrus. Fase estrus
diamati dengan mengamati apusan vagina, dan dihitung
jarak antara fase estrus dengan fase estrus berikutnya.
Metode yang digunakan dalam pembuatan apusan
vagina adalah metode oles. Cotton bud dicelupkan ke
dalam NaCl 0,9%, kemudian ujungnya dimasukkan
Jurnal Biologi XVII (1) : 21 - 23 ISSN : 1410 5292
Jurnal Biologi Volume XVI I No.1 JUNI 2013
22
ke dalam lubang vagina mencit dan diputar perlahanlahan.
Ujung cotton bud dioleskan pada object glass
yang telah ditetesi larutan NaCl 0,9% lalu dibuat apusan
tipis merata. Preparat difiksasi dengan alkohol 70%
selama 5 menit, diwarnai dengan Giemsa dan dibiarkan
selama dua menit. Preparat selanjutnya dicuci dengan
aquades dan dibiarkan kering. Preparat diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran 10×10. Apabila mencit
sedang dalam keadaan estrus maka pada apusan vagina
akan terlihat sel epitel kornifikasi. Data yang diperoleh
dianalisis dengan Anova dilanjutkan dengan uji BNT
dengan taraf signifikan 5%.
HASIL
Hasil analisis data menunjukkan bahwa rata–rata
panjang siklus estrus antar kelompok mencit menunjukkan
perbedaan yang signifikan (P<0,05). Setelah dilanjutkan
dengan uji BNT diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan
bermakna diantara kelompok perlakuan rhodamin
B (Tabel 1.). Siklus estrus mencit semua kelompok
perlakuan lebih panjang jika dibandingkan dengan
kontrol (Gambar 1.). Panjang siklus estrus pada mencit
kelompok kontrol (P0) adalah 5,92±0,49 hari sedangkan,
kelompok perlakuan rhodamin B 150 ppm (P1) adalah
6,92±0,66 hari, rata–rata panjang siklus estrus pada
mencit kelompok perlakuan rhodamin B 300 ppm (P2)
adalah 7,50±1,14 hari dan rata–rata panjang siklus estrus
pada mencit kelompok perlakuan rhodamin B 600 ppm
(P3) adalah 7,58±0,97 hari. Fase estrus ditentukan dengan
mengamati apusan vagina mencit, dimana pada apusan
vagina akan memperlihatkan sel–sel epitel kornifikasi,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Tabel 1. Rata–Rata Panjang Siklus Estrus Mencit (Huruf yang berbeda dalam
satu kolom menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05)
Kelompok
mencit
Jumlah
mencit
Rata – rata panjang
siklus estrus (hari)
Rata – rata panjang
siklus estrus P
P0 (Kontrol) 6 5,92±0,49ᵃ 142 jam 48 menit 0,003
P1 (150 ppm) 6 6,92±0,66ᵇ 166 jam 4 menit
P2 (300 ppm) 6 7,50±1,14ᵇ 180 jam
P3 (600 ppm) 6 7,58±0,97ᵇ 181 jam 55 menit
Gambar 1. Rata–Rata Panjang Siklus Estrus Mencit
PEMBAHASAN
Siklus estrus sangat dipengaruhi oleh hormon estrogen
dan progesteron yang dihasilkan ovarium serta hormon
FSH (follicle stimulating hormone) dan LH (luteinizing
hormone) yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Hormon
FSH merangsang pertumbuhan folikel pada ovarium dan
folikel yang sedang tumbuh ini mensekresikan hormon
A B
1
2
estrogen, dimana saat terjadinya lonjakan dari hormon
estrogen, hipofisis anterior akan meningkatkan sekresi
hormon LH sehingga akan terjadi ovulasi. Setelah ovulasi
LH akan merangsang jaringan folikel yang tertinggal
di ovarium, untuk membentuk korpus luteum yang
akan mensekresikan hormon progesteron. Hormon
progesteron ini akan merangsang penebalan dinding
endometrium untuk mempersiapkan kehamilan jika
terjadi pembuahan (Ganong, 1983; Campbell, 2004)
Pengujian secara spektrofotometri menunjukkan
bahwa rhodamin B mengandung 13 ppm timbal (Pb)
dan 1,4 ppm arsen (As) (Subandi, 1999). Timbal yang
tertelan akan beredar mengikuti aliran darah, diserap
kembali oleh ginjal dan otak kemudian disimpan di
dalam tulang dan gigi. Timbal yang tertimbun dalam
darah dapat melewati sawar darah otak dan mengganggu
metabolisme sel–sel saraf melalui penghambatan
respirasi mitokondria sel saraf. Hambatan ini dapat
menyebabkan gangguan pada hipofisis dan hipotalamus
sehingga menyebabkan terganggunya sekresi hormon–
hormon penting pada siklus ovarium yaitu FSH dan LH
(Camin, 1993 dalam Intani, 2010). Selain itu, timbal
juga diketahui menghambat sintesis hormon steroid
pada ovarium, serta menghambat aktivitas hormon
progesteron (Georgescu et al., 2011).
Selain timbal, arsen yang terkandung dalam rhodamin
B juga dapat mengganggu hormon estrogen dengan
berkompetisi dalam mengikat reseptor hormon estrogen
(Georgescu et al., 2011). Hormon estrogen memiliki
reseptor intraseluler yang spesifik, ikatan antara hormon
estrogen dengan reseptor inilah yang menjadi kunci dari
kerja hormon estrogen pada sel target (Widjanarko,
2011). Menurut Chatterjee dan Chatterji (2010), terjadi
penurunan jumlah hormon estrogen, LH dan FSH pada
serum darah tikus yang mendapat perlakuan arsen
selama 28 hari.
Gangguan pada tingkat hormonal akibat kandungan
logam berat rhodamin B, akan mengganggu siklus
ovarium yang kemudian akan mengganggu siklus estrus
karena kedua siklus ini terjadi secara paralel. Siklus
estrus menjadi indikasi dari siklus ovarium artinya,
perubahan yang terjadi pada siklus ovarium akan
tergambar pada siklus estrus. Siklus estrus dapat diamati
dengan mengamati apusan vagina, dimana saat mencit
sedang dalam fase estrus maka pada apusan vagina akan
ditemukan sel epitel kornifikasi (Musahilah, 2010).
Gambar 2. Apusan Vagina Mencit (A). Fase estrus, (B) Tidak pada fase estrus,
(1) sel epitel kornifikasi, (2) sel epitel berinti.
23
Pengaruh Pemberian Rhodamin B Terhadap Siklus Estrus Mencit (Mus musculus L.) Betina [G. A. A. Rina Febrina, dkk.]
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
rhodamin B dengan dosis 150 ppm, 300 ppm dan 600
ppm berpengaruh signifikan, dapat memperlambat
panjang siklus estrus pada mencit betina dewasa.
KEPUSTAKAAN
Anonim, 1985. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Nomor :239/Men.Kes/Per/V/85. Tentang Zat Warna Tertentu
Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya.
Anggrahini, S. 2008. Keamanan Pangan Kaitannya Dengan Penggunaan
Bahan Tambahan Dan Kontaminan. Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Campbell, N., J. Reece, dan L. Mitchael. 2004. Biologi. Jilid Ketiga.
Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.
Chatterjee, A dan U. Chatterji. 2010. Arsenic Abrogates The
Estrogen-signaling Pathway In The Rat Uterus. Reproductive
Biology and Endokrinology. Department of Zoology,
University of Calcutt. India. [Online], Available at: “http://
www.rbej.com/content/8/1/80954” [30 April 2013].
Djarismawati., Sugiharti., R. Naingolan. 2004. Pengetahuan dan
Perilaku Pedagang Cabe Merah Giling Dalam Penggunaan
Rhodamin B di Pasar Tradisional di DKI Jakarta. Jurnal
Ekologi Kesehatan. 3(1): 7-12.
Ganong, W.F. 1983. Fisiologi Kedokteran. Penerjemah Adji
Dharma. EGC. Jakarta.
Georgescu, B., C. Georgescu., S. Dărăban1., A.Bouaru., S. Paşcalău.
2011. Heavy Metals Acting as Endocrine Disrupters. Journal
Animal Science and Biotechnologies. 44(2): 89-93.
Hidayah, S. 2010. Efek rhodamin B yang diberikan selama masa
organogenesis terhadap perkembangan embrio mencit
(Mus musculus) galur Balb-C. Universitas Negeri Malang.
Skripsi S-1.
Intani, C. Y. 2010. Pengaruh Timbal (Pb) Pada Udara Jalan Tol
Terhadap Gambaran Mikroskopis Testis Dan Kadar Timbal
(Pb) Dalam Darah Mencit Balb/C Jantan. Program Pendidikan
Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Kusmayadi, A., Sukandar, D. 2009. Food Safety and Its Application
in Daily Life to Prevent Dangers of Consuming
Unsafe Foods and Promote SPFS Farmer’s Health, [Online],
Available : ”http://www.fao.org/TC/spfs/indonesia/detail_
en.asp?id=954” [29 Desember 2012].
Musahilah, T. 2010. Efek Pemberian Ekstrak Daun Maja (Aegle
marnelos Corr.) Terhadap Fertilitas Tikus Betina. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis S-2.
Rahardi, A.S. 2010. Pengaruh Pemberian Rodamin B Terhadap
Struktur Histologis Sel Hati Mencit. Universitas Sebelas
Maret. Skripsi S-1.
Siswati, P. 2000. Uji Toksisitas Zat Warna Rhodamin terhadap
Jaringan Hati Mencit (Mus musculus) Galur Australia. ITB.
Tesis S-2.
Subandi. 1999. Penentuan Kadar Arsen dan Timbal Dalam Pewarna
Rhodamin B dan Auramine Secara Spektofotometri. Jurnal
Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Pengajarannya.
28(1): 12-26.
Widjanarko, B. 2011. Mekanisme Kerja dan Metabolisme Hormon
Estroid. [Online],
Available at: “http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/08/
mekanisme-kerja-dan-metabolisme-hormon.html” [30 April
2013].

0 comments:

Post a Comment