Wednesday, December 16, 2015

jurnal biologi

47
EKSTRAKSI DNA SPERMA PADA KONDOM YANG DISIMPAN
DALAM RENTANG WAKTU BERBEDA
DNA EXTRACTION OF SPERM IN CONDOM STORED
IN DIFFERENT TIME SCALES
A.A. Gde Lanang M.S.1*, I Ketut Junitha1, Ida Bag us Made Suaskara1
Jurusan Biologi Fakultas MIPA, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Bali
*Email : Lanangmeidysura@yahoo.co.id
INTISARI
Sperma adalah bahan biologis yang sering digunakan sebagai bukti untuk kasus pemerkosaan. Penelitian
ekstraksi DNA dari sperma dilakukan untuk mengetahui jika DNA dapat diekstraksi dari sperma pada kondom
yang tersimpan selama 15, 20, 25, 30, dan 35 hari, serta untuk mengetahui keberhasilan amplifikasinya. Sampel
sperma dari seorang probandus (2000 μL) diteteskan ke dalam kondom, kemudian disimpan selama 15, 20, 25,
30, dan 35 hari. Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan metode fenol-klorofom yang sudah dimodifikasi
dan amplifikasi DNA dengan menggunakan PCR Mastermix. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DNA masih
dapat diekstraksi dan diamplifikasi dari sperma dalam kondom yang tersimpan hingga 35 hari.
Kata kunci: sperma, kondom, pemerkosaan, ekstraksi DNA, amplifikasi DNA.
ABSTRACT
Sperm is biological material that is often used as evidence in rape cases. The research of DNA extraction from
sperm was conducted in order to determine DNA whether it could be extracted from sperm in the condom and
fabrics that were stored for 15, 20, 25, 30 and 35 days and to know the success of its amplification. The sperm
sample is dripped into a condom 2000 μL, then stored for 15, 20, 25, 30 and 35 days. DNA extraction was
performed using phenol-cloroform method that had been modified and DNA amplification using PCR Mastermix.
The research result showed that DNA could be extracted and amplified from sperm in the condom that were
stored until 35 days.
Keywords: sperm, condom, rape, DNA extraction, DNA amplification
PENDAHULUAN
Di Indonesia banyak kasus kriminalitas yang
terjadi, mulai dari terorisme, pembunuhan, pencurian
ataupun tindak pemerkosaan. Salah satu kasus yang
banyak terjadi di Indonesia adalah kasus pemerkosaan.
Pertanggal 1 Januari hingga 25 Januari 2013 terdapat 25
kasus pemerkosaan dan dua kasus pencabulan. Jumlah
pelaku mencapai 45 orang. Jumlah tersebut meningkat
dibandingkan dengan tahun 2012 (Kompas, 2013).
Khususnya di Provinsi Bali, pada tahun 2009 terjadi 41
kasus kekerasan seksual dan 67 kasus pada tahun 2010.
Pemerkosaan adalah tindakan menyetubuhi wanita
atau pria yang bukan pasangannya secara paksa, dan
biasanya diikuti dengan kekerasan bahkan pembunuhan.
Dari banyaknya kasus pemerkosaan, mengidentifikasi
pelaku atau korban dan menentukan waktu terjadinya
pemerkosaan selalu menjadi masalah yang sulit
untuk diselesaikan oleh pihak berwajib. Pada kasus
pemerkosaan sering ditemukan sperma, baik di bagian
tubuh korban, terutama vagina atau di media seperti
pada kondom atau pakaian korban yang ada di TKP
(tempat kejadian perkara). Darah atau sperma ini bisa
dijadikan bukti untuk menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi pihak berwajib. Berdasarkan bukti tersebut
bisa dilakukan identifikasi dengan metode ekstraksi
dan analisis DNA, untuk mengkaitkan kasus-kasus
pemerkosaan dengan pelaku atau korban.
Metode ekstraksi DNA dikembangkan untuk dapat
memisahkan protein dan materi-materi sel lain dari
molekul DNA. Salah satu metode yang digunakan saat
ini untuk ekstraksi DNA pada laboratorium forensik
DNA adalah ekstraksi organik (phenol-cloroform),
sedangkan untuk analisis hasil ekstraksi ada beberapa
metode seperti elektroforesis dengan gel agarosa atau
menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction).
Semua sel maupun jaringan makhluk hidup termasuk
spermatozoa yang terdapat pada sperma mengandung
DNA. Sperma sering digunakan sebagai bukti untuk
menyelesaikan kasus pemerkosaan, terutama dalam
identifikasi pelaku (Atmadja, 2009). Sisa sperma pada
kondom dapat dijadikan bukti yang paling bermanfaat
dari kasus yang terkait dengan kejahatan seksual
(Gosline, 2005). Karena pada saat ini banyak penyakit
seksual yang berpotensi fatal bagi manusia sehingga para
pelaku kejahatan seksual pun sudah mulai menggunakan
kondom untuk melakukan tindak kejahatan (Blackledge,
2013). Pada kasus pemerkosaan, korban sering tidak
Jurnal Biologi XVII (2) : 47 - 50 ISSN : 1410 5292
Jurnal Biologi Volume XVI I No.1 JUNI 2013
48
langsung melaporkan ke pihak berwajib sehingga sulit
untuk mendapatkan bukti sisa sperma pada vagina
korban. Dengan keterlambatan laporan, bukti hanya
bisa didapat dari benda-benda yang ada di TKP seperti
kondom yang berisi sisa sperma. Berdasarkan penelitian
Sihombing (2011), DNA masih dapat diekstraksi dan
diamplifikasi dari sisa sperma dalam kondom dengan
rentang waktu hingga 12 hari. Berdasarkan latar belakang
di atas rentang waktu penyimpanan perlu diperpanjang
untuk mengetahui sampai berapa lama DNA masih dapat
diekstraksi dari sisa sperma dalam kondom.
MATERI DAN METODE
Sampel sperma dari seorang probandus diteteskan
ke dalam kondom sebanyak 2000 μL, diikat bagian
ujungnya kemudian disimpan selama 15, 20, 25, 30, dan
35 hari. Kemudian sampel kontrol (langsung diesktraksi
pada saat pengambilan sperma) dan sperma dalam
kondom diambil sebanyak 150 μL dan dimasukkan ke
dalam tabung mikro ukuran 1,5 mL dan dimasukkan
lysis buffer (yang berkomposisi 10 mM NaCl 5M,
100 mM EDTA 0,2M, 100 mM Tris-Cl 2M, urea dan
air distilasi). Selanjutnya diekstraksi menggunakan
metode fenol-kloroform dan presipitasi dengan etanol
(Sambrook and Russell, 2001). DNA hasil ekstraksi
diresuspensi pada Tris EDTA (TE) 80% sebanyak
50μl. Sampel DNA diamplifikasi pada mesin PCR
dengan menggunakan primer khusus kromosom Y yaitu
SRY (Forward: CCCATGA ACGACATTCATTGTGTGG
dan Reverse: AATTTAGCCTTCCGACGAGGTCGA
TA) dan primer khusus autosom yaitu D19S433
( F : C C T G G G C A A C A G A A T A A G A T d a n R :
TAGGTTTTTAAGGAACAGGTGG). Bahan untuk PCR
adalah PCR supermix 9,5 μL, DNA sampel 2 μL, sebagai
template, dan primer mikrosatelit 1 μL dengan volume
total 12,5 μL (Junitha, 2007). Proses denaturasi pada
suhu 94oC selama 45 detik, penempelan primer pada
suhu 54-58oC selama 1’.30” dan pemanjangan DNA pada
suhu 72oC selama 2’.15” sebanyak 30 siklus (Sambrook
and Russell, 2001) dengan modifikasi. Hasil amplifikasi
dielektroforesis pada gel poliakrilamid (PAGE) 6% selama
90 menit dengan tegangan 110 volt. Untuk visualisasi
DNA gel diwarnai dengan metode pewarnaan perak nitrat
(Tegelström, 1986).
HASIL
Berdasarkan hasil visualisasi, semua sampel DNA dapat
diekstraksi dan diamplifikasi hingga penyimpanan hari
ke-35. Pada Gambar 1 dapat dilihat dari 5 sumuran yang
berisi sampel hasil ekstraksi, semua sampel didapatkan
DNAnya (berupa pita berpendar). Sampel 3 sampai 5
terlihat lebih tipis dibandingkan dengan sampel 1 dan 2.
Gambar 2 adalah hasil kuantifikasi sampel DNA
sperma dalam kondom. Sumuran 1, 4 dan 5 merupakan
pengenceran lambda DNA 50x, 100x dan 200x. sedangkan
2 dan 3 adalah sampel DNA sperma penyimpanan hari
ke-20 dan 35. Kuantitas dan kualitas hasil ekstraksi
berbeda-beda jika dibandingkan dengan lambda DNA.
Gambar 3 merupakan hasil PCR. Pada Gambar 3a
terdapat 5 sumuran. Sumuran bernomor 1, 2, dan 3
tidak terlihat pita DNA tetapi pada sumuran 4 terdapat
pita DNA. Untuk Gambar 3b, dari 5 sumuran semua
terdapat pita DNA. M merupakan marker.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian ekstraksi DNA sperma
pada kondom yang disimpan dalam rentang waktu 15,
20, 25, 30, dan 35 hari dapat dilihat hingga hari ke
35 DNA masih dapat diekstraksi dan diamplifikasi.
Keberhasilan dapat dilihat dengan terdapatnya pita-pita
DNA pada hasil visualisasi. Tetapi kualitas dan kuantitas
hasil ekstraksi DNA berbeda-beda. Selain itu beberapa
sampel DNA tidak terlihat pada hasil visualisasi.
Gambar 1. Hasil elektroforesis pada gel agarosa
Keterangan :
1-5 : Sumuran dengan ekstrak DNA sperma pada 15-35 hari
 : Pita-pita DNA yang terlihat
sumuran yang berisi sampel hasil ekstraksi, semua sampel didapatkan DNAnya
(berupa pita berpendar). Sampel 3 sampai 5 terlihat lebih tipis dibandingkan dengan
sampel 1 dan 2.
Gambar 1. Hasil elektroforesis pada gel agarosa
Keterangan :
1-5 : Sumuran dengan ekstrak DNA sperma pada kondom 15-35 hari
: Pita-pita DNA yang terlihat
Gambar 2. Hasil Kuantifikasi Sampel Pada Gel Agarosa
Keterangan Gambar :
1,4, 5 : Sumuran dengan Pengenceran Lambda DNA 50x, 100x dan 200x
2, 3 : Sumuran dengan ekstrak DNA sperma pada kondom 20 dan 35 hari
: Pita-pita DNA yang terlihat
Gambar 2 adalah hasil kuantifikasi sampel DNA sperma dalam kondom.
Sumuran 1, 4 dan 5 merupakan pengenceran lambda DNA 50x, 100x dan 200x.
sedangkan 2 dan 3 adalah sampel DNA sperma penyimpanan hari ke-20 dan Kuantitas dan kualitas hasil ekstraksi berbeda-beda jika dibandingkan dengan lambda
DNA.
1 2 3 M 4 8 9 M 1 Gambar 2. Hasil Kuantifikasi Sampel Pada Agarosa
Keterangan :
1,4, 5 : Sumuran dengan Pengenceran Lambda DNA 50x, 100x dan 200x
2, 3 : Sumuran dengan ekstrak DNA sperma pada kondom 20 dan 35 hari
 : Pita-pita DNA yang terlihat
49
Ekstraksi DNA Sperma Pada Kondom yang Disimpan Dalam Rentang Waktu Berbeda [A.A. Gde Lanang dkk.]
Keberhasilan ekstraksi DNA sperma dari kondom
yang telah disimpan hingga 35 hari menunjukkan bahwa
DNA tetap dapat diperoleh dari sel spermatozoa yang
sudah mati. Menurut Gosline (2005), spermatozoa
dalam kondom tanpa spermisida hanya bertahan hidup
sekitar 15% dari total sperma hingga 3 hari sedangkan
spermatozoa dalam kondom yang mengandung spermisida
hanya bertahan sekitar 6%. Kemungkinan hingga hari
ke-35 sel spermatozoa sudah mati tetapi belum terjadi
kerusakan pada sel spermatozoa. DNA masih bisa didapat
dari sel walaupun sel tersebut sudah mengalami kematian
(Jiao et al., 2012). Selain itu kemungkinan di dalam
kondom terdapat pengawet yang menyebabkan sperma
sulit mengalami kerusakan. Tidak terjadinya kerusakan
pada sel spermatozoa kemungkinan dikarenakan kondom
yang digunakan dalam penelitian ini diikat pada bagian
ujung, sehingga bakteri yang membutuhkan oksigen
untuk hidup tidak dapat berkembang dengan baik
dan tidak mampu mengkontaminasi sel spermatozoa
(Szczygiel and Ward, 2002). Selain bakteri, sel sperma
juga dapat didegradasi oleh paparan sinar matahari dan
deterjen (Sheu and Sheu, 2006; Szczygiel and Ward,
2002). Karena penyimpanan kondom pada penelitian
ini didalam ruangan sehingga tidak terpapar matahari
secara langsung.
Kualitas hasil ekstraksi DNA sperma baik di dalam
kondom maupun pada kain berbeda-beda. Dilihat pada
gambar 1 pada sumuran no. 6 dan 7 dengan sampel
sperma hasil ekstraksi DNA hari ke 15 dan 20 terlihat
gambaran smear dibandingkan dengan sampel pada
sumuran lainnya yang terlihat lebih bersih. Hasil
yang tidak begitu baik ini dapat terjadi karena adanya
kontaminasi protein maupun RNA atau zat lainnya
sehingga hasil terlihat tebal dan smear (kotor) (Junitha.
Kom. Pri, 2011). Demikian juga karena proses ekstraksi
DNA yang kurang sempurna. Karena menurut Syafaruddin
dan Santoso (2011) hasil ekstraksi DNA yang baik adalah
tebal dan tidak smear karena mengindikasikan DNA yang
didapat utuh. Hal ini menjadi penting karena pada proses
PCR, DNA yang masih utuh akan lebih memberikan hasil
yang relatif lebih akurat. Selain kualitas, kuantitas hasil
ekstraksi juga berbeda.
Pada Gambar 2 sumuran ke-5 dengan sampel ekstraksi
DNA sperma hari ke-35, dapat dilihat ketebalan pendaran
pita DNA hampir sama dengan ketebalan pendaran
sumuran ke-3 yang berisi pengenceran lambda DNA 50x.
Dapat diketahui, sebanyak 5 μl sampel hasil ekstraksi
DNA sperma dalam kondom yang disimpan selama 35
hari jumlahnya mendekati pendaran dengan konsentrasi
0,2 μg/μl molekul DNA (pengenceran lambda DNA 50x).
Amplifikasi DNA dapat dikatakan berhasil dengan
munculnya pita-pita DNA pada sumuran no. 5a, 8b, 9b,
1b, 3b, 4b, dan 5b (Gambar 3). Tetapi pada sumuran no.
1a, 2a, 3a, 4a, dan 2b tidak terdapat pita DNA. Tidak
munculnya pita DNA pada sampel-sampel tertentu di
penelitian ini dapat dikarenakan kesalahan pada saat
memipet sampel ke dalam tabung mikro. Kemungkinan
pada saat memipet, sampel DNA tidak terpipet sehingga
di dalam tabung tidak terdapat sampel DNA. Hal ini juga
terjadi pada penelitian Sihombing (2011). Faktor lain
yang mungkin menyebabkan tidak munculnya pita DNA
pada proses elektroforesis adalah penambahan TE buffer
pada proses ekstraksi. TE buffer mengandung EDTA,
yang dapat membentuk senyawaan kompleks dengan
ion logam seperti Mg2+. Dalam hal ini EDTA merupakan
chelating agent. Mg2+ adalah prekursor untuk enzim Taq
DNA polymerase yang digunakan pada reaksi PCR, jika
jumlah EDTA pada larutan DNA cukup banyak, bisa
menyebabkan reaksi PCR menjadi terhambat karena
enzim DNA polymerase-nya tidak dapat bekerja secara
sempurna.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa, DNA sperma dalam kondom masih
dapat diekstraksi dan diamplifikasi hingga penyimpanan
hari ke-35.
SARAN
Diharapkan untuk penelitian selanjutnya untuk
memperpanjang waktu penyimpanan sperma dalam
kondom yang terbuka. Sehingga dapat diperkirakan
sampai berapa lama DNA sperma tidak dapat diekstraksi
dan diamplifikasi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Nyoman Sri Handayani, S.Si
dan Ni Ketut Nanik Astuti, S.Si atas bantuan selama
penulis melaksanakan penelitian di Lab. Biomol. Fak.
Kedokteran, Universitas Udayana.
Sumuran 1, 4 dan 5 merupakan pengenceran lambda DNA 50x, 100x dan 200x.
sedangkan 2 dan 3 adalah sampel DNA sperma penyimpanan hari ke-20 dan 35.
Kuantitas dan kualitas hasil ekstraksi berbeda-beda jika dibandingkan dengan lambda
DNA.
1 2 3 M 4 8 9 M 1 2
Sumuran 1, 4 dan 5 merupakan pengenceran lambda DNA 50x, 100x dan 200x.
sedangkan 2 dan 3 adalah sampel DNA sperma penyimpanan hari ke-20 dan 35.
Kuantitas dan kualitas hasil ekstraksi berbeda-beda jika dibandingkan dengan lambda
DNA.
2 3 M 4 8 9 M 1 2
a b
Keterangan gambar (a) :
1-3 : Sumuran dengan ekstrak DNA sperma pada kondom 15, 20 dan 35 hari
M : Marker
4 : Sumuran dengan ekstrak DNA sperma kontrol
 : Tidak terlihat pita DNA
 : Pita-pita DNA yang terlihat
Keterangan gambar (b) :
8, 9, 1 : Sumuran dengan ekstrak DNA sperma pada kondom 15, 20 dan 35 hari
2 : Sumuran dengan ekstrak DNA sperma kontrol
M : Marker
 : Pita-pita DNA yang terlihat
Gambar 3. Hasil Amplifikasi Sampel dengan Primer D19S433 (a) dan Hasil
Amplifikasi Sampel dengan Primer SRY (b)
Jurnal Biologi Volume XVI I No.1 JUNI 2013
50
KEPUSTAKAAN
Atmadja, D.S. 2009. Pemeriksaan Forensik Pada Kasus
Perkosaan & Delik AduanLain:Available:http://reproduksiumj.
blogspot.com/.../pemeriksaan forensik- pada-kasus.
html:Opened:25/05/2012
Blackledge. 2013. Condom Trace Evidence a New Factor in Sexual
Assault Investigations:Available:http://crimeandclues.
com/2013/01/27/condomtrace-evidence-a-new-factor-insexual-
assault-investigations/:Opened:15/03/ 2013
Gosline, Anna. 2005. Sperm Clock Could Pinpoint Time of
a Rape:Available: http://www.newscientist.com/article/
dn7079-sperm-clock-could-pinpoint-time-of-a-rape.
html:Opened:15/03/2013
Jiao, et al. 2012. Comparative Analysis Of Two DNA Extraction
Protocols From Fresh And Dried Wood Of Cunninghamia
Lanceolata (Taxodiaceae). IAWA Journal, Vol. 33 (4), 2012:
441–456
Junitha, K. 2007. Penggunaan DNA Mikrosatelit Untuk Penelusuran
Kawitan Pada Soroh-soroh Masyarakat Bali (Suatu
Kajian Pustaka). Jurnal Biologi Vol. XI Nomor 2.
Kompas. 2013. IPW Kasus Pemerkosaan Meningkat Pada
Awal Tahun:Available: http://nasional.kompas.com/
read/2013/01/28/19471349/IPW.Kasus.Pemerkosaan.Meningkat.
pada.Awal.Tahun:Opened:15/03/2013
Sambrook, J., dan D. W. Russell. 2001. Molecular Cloning: A Laboratory
Manual. 3rd edition. Cold Spring Harbor Laboratory
Press. New York.
Sheu, I. J., and E. Y. Sheu. 2006. Characterization of DNA Degradation
Using Direct Current Conductivity and Dinamic Dielectric
Relaxation Techniques:Availableat:http://www.aapspharmscitech.
org/view.asp?art=pt70236 Opened:16/03/2013
Sihombing, V.J. 2011. Ekstraksi DNA Dari Sperma Dalam Kondom
Dan Noda Pada Kain Yang Tersimpan Pada Rentang
Waktu Berbeda (3, 6, 9, Dan 12 Hari). Skripsi Biologi tidak
dipublikasikan.
Syafaruddin dan Tri Joko Santoso. 2011. Optimasi Teknik Isolasi
Dan Purifikasi DNA Yang Efisien Dan Efektif Pada Kemiri
Sunan (Reutalis Trisperma (Blanco). Jurnal Littri.
Szczygiel, M. A., and W. S. Ward. 2002. Combination of Dithiothreitol
and Detergent Treatment of Spermatozoa Causes Paternal
Chromosomal Damage. Biology Reproduction. 67: 1532-1537
Tegelstrõm, H. 1986. Mithochondrial DNA in Natural Population:
an Improved Routine for Screening of Genetic Variation
Based on Sensitive Silver Staining Electrophoresis 7.

0 comments:

Post a Comment